• DP Asosiasi Pertambangan, YT : Kelola Tambang di Tanah Ulayat, Perusahaan harus Bayar !!

image_title
Ket: Dewan Pakar Asosiasi Pertambangan Inonesia, Yusuf Tawulo dan Dewan Penasehat API, Hafosan Batubara
  • Share

    BUMISULTRA

    JAKARTA-Maraknya pemilik tanah  ulayat yang dipakai sebagai lahan tambang perusahaan di beberapa Provinsi di Indonesia, termaksud di Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra) , salah satu  Dewan Pakar Asosiasi Pertambangan Indonesia (DP API), DR Yusuf Tawulo, SH, MH mengkritik sikap perusahaan  tambang  yang enggan memberikan ganti rugi yang layak bagi pemilik tanah adat/ulayat.

    Ia mengatakan bahwa pemanfaatan tanah tersebut termasuk dalam kegiatan pertambangan ilegal (illegal mining). Pasalnya, kegiatan pertambangan yang dilakukan di lahan tanah adat bisa dianggap tidak sah. 

    Kendati perusahaan tersebut memiliki IUP dan sudah memiliki izin. Namun, masih ada beberapa persyaratan yang belum terpenuhi oleh perusahaan tersebut, karena dalam UU, ini bisa keluar izin kalau menyelesaikan persyaratan-persyaratan yang ada.

    Di lain sisi lanjut Bacagub Sultra menilai ini bahwa permasalahan tanah ulayat yang digunakan perusahaan tambahan sebenarnya sudah memiliki dasar hukum yang tertuang dalam Undang-Undang Nomor 4 tahun 2009 tentang Pertambangan Mineral dan Batu Bara pasal 134, 135, 136, dan 138.

    ‘’Dalam penggunaan lahan izin usaha tambang UU  Nomor 4 tahun 2009 pasal 134, 135, 136, dan 138 di mana hak atas WIUP, WPR, atau WIUPK tidak meliputi hak atas tanah permukaan bumi,’’ kata YT di Kantor Asosiasi Pertambangan Indonesia, Gedung Mansion Fontana Lt 20 Jakarta Pusat,  Senin (22/7/2024). 

    Namun lanjut YT, masih banyak perusahaan yang seolah tutup mata dengan aturan tersebut, jadi dengan seenaknya mencatok lahan adat tanpa memberikan ganti rugi.

    ‘’Jadi saya himbau pada masyarakat yang berada dalam lokasi tanah adat, harus ada pendampingan hukum sehingga tidak mudah dibodihi oleh  oknum pengusaha tambang,’’ tandasnya.

    Apalagi di Sultra, banyak perusahaan tambang baik yang sudah punya IUP maupun tanpa IUP beroperasi di lahan tanah adat milik warga.

    Menurut pria kelahiran Konsel ini, bahwa hak ulayat merupakan hak penguasaan tertinggi dalam masyarakat hukum adat tertentu atas tanah yang merupakan kepunyaan bersama para warganya.

    ‘’Jadi perusahaan tambang harus memberikan ganti rugi ketika mengunakan lahan tersebut, dan warga juga jangan mau diberikan ganti rugi yang tidak sesuai, karena itu hak warga. Sebab banyak kejadian lahan warga digunakan perushaan tambang tapi ganti rugi yang tidak sesuai. Itu melanggar  karena semua ada ketentuannya dalam UU,’’ ujar YT yang juga advokasi hukum di Jakarta ini. (*)

     


    Penulis | Nana