-
BUMISULTRA
Era digital yang terus berkembang begitu cepat dan semakin canggih, literasi menjadi isu yang semakin penting. Demikian juga teknologi digital telah mengubah cara kita berkomunikasi, bekerja, dan belajar, mengakses layanan hingga berbelanja. Akhir-akhir ini banyak warga menjadi korban penipuan di ruang digital. Masih maraknya penipuan lewat scam online menggambarkan pengetahuan tentang literasi digital dan finansial di Indonesia masih sangat rendah.
Scam online adalah bentuk penipuan yang memanfaatkan teknologi internet untuk menipu korban, Pada tahun 2022, indeks literasi digital Indonesia berada di angka 3,54 dari skala 1-5, menunjukkan kategori "sedang" dengan skor yang cukup baik pada pilar budaya digital dan kecakapan digital, tetapi masih rendah pada keamanan digital atau Digital Safety? (Open Data KOMINFO)??. Empat aspek yang diukur dari Indeks Literasi Digital Nasional yaitu budaya digital, etika digital, kecakapan digital dan keamanan digital.
Literasi di Indonesia dan Dampak Teknologi Digital
Berdasarkan riset dari Organisation for Economic Co-operation and Development (OECD), tingkat literasi di Indonesia masih jauh di bawah rata-rata negara-negara anggotanya. PISA (Programme for International Student Assessment) adalah salah satu program yang diselenggarakan oleh OECD untuk mengukur kemampuan literasi, matematika, dan sains siswa di berbagai negara.
Hasil PISA menunjukkan bahwa kemampuan literasi siswa Indonesia masih tertinggal dibandingkan negara-negara maju lainnya. Rata-rata skor matematika siswa Indonesia adalah 366 poin, sementara rata-rata OECD adalah 472 poin. Dalam membaca, skor rata-rata siswa Indonesia adalah 359 poin, sedangkan rata-rata OECD adalah 476 poin.
Sementara itu, dalam sains, siswa Indonesia memperoleh skor rata-rata 383 poin dibandingkan dengan rata-rata OECD sebesar 485 poin. Bahkan skor membaca mencatatkan skor terburuk sejak tahun 2000 di mana Indonesia pertama kali mengikuti tes ini.
Keanggotaan OECD tidak hanya didasarkan pada kriteria ekonomi, tetapi juga mencakup kualitas pendidikan, kebijakan sosial, dan tata kelola yang baik. Skor PISA Indonesia yang konsisten rendah selama dua puluh tiga tahun terakhir menunjukkan tantangan besar bangsa kita. (Wa Ode Nurmuhaemin, 2024)
Menurut Gilster, literasi tidak dimaknai hanya kemampuan membaca saja, tetapi lebih pada pemahaman dan pengertian akan makna yang terkandung dalam bacaan. Demikian juga literasi digital diartikan bukan hanya main ‘klik-klik semata di gawai/android kita, tetapi lebih kepada kemanfaatan teknolgi digital.Gilster menyoroti bahwa siswa didorong sejak dini bagimana lebih melibatkan pemikiran kritis dalam belajarnya atau saat berinteraksi dengan media digital daripada hanya memiliki kepintaran teknis memainkan perangkat digital semata, dan ini memang yang merupakan bagian penting dari literasi digital.
Teknologi digital memiliki potensi besar untuk meningkatkan literasi. Dengan akses ke internet dan perangkat digital, informasi menjadi lebih mudah diakses. Pembelajaran daring, e-book, dan aplikasi pendidikan adalah beberapa contoh bagaimana teknologi dapat digunakan untuk mendukung kemampuan literasi.
Namun, ada beberapa tantangan yang harus dihadapi adalah semua daerah di Indonesia memiliki akses yang memadai ke internet dan perangkat digital. Ketimpangan akses ini menyebabkan kesenjangan literasi antara daerah perkotaan dan pedesaan. Selain kemampuan membaca dan menulis, literasi digital juga mencakup kemampuan untuk menggunakan teknologi secara efektif.
Banyak siswa dan guru yang masih perlu meningkatkan keterampilan ini agar dapat memanfaatkan teknologi dengan baik. Penting untuk memastikan bahwa konten digital yang tersedia relevan dan sesuai dengan kebutuhan pembelajaran. Konten yang kurang berkualitas atau tidak sesuai bisa menjadi hambatan bagi peningkatan literasi.
Solusi Meningkatkan Literasi di Era Digital
Pemerintah perlu meningkatkan infrastruktur teknologi, terutama di daerah-daerah yang masih tertinggal. Ini termasuk penyediaan akses internet yang lebih luas dan perangkat digital yang terjangkau. Guru dan siswa perlu diberikan pelatihan yang memadai untuk meningkatkan keterampilan digital mereka.
Pelatihan ini dapat mencakup penggunaan perangkat lunak pendidikan, cara mencari informasi secara efektif di internet, dan cara mengelola keamanan digital. Pihak berwenang dan penyedia konten harus bekerja sama untuk menyediakan materi pembelajaran yang relevan dan berkualitas.
Ini termasuk e-book, video pembelajaran, dan aplikasi interaktif yang sesuai dengan kurikulum. Kolaborasi dengan perusahaan teknologi dan organisasi non-pemerintah dapat membantu menyediakan sumber daya dan teknologi yang diperlukan untuk mendukung literasi. Literasi tetap menjadi tantangan besar di tengah gempuran teknologi digital, terutama di negara-negara seperti Indonesia. Meskipun teknologi menawarkan banyak peluang untuk meningkatkan literasi, ada beberapa hambatan yang harus diatasi.
Dengan pengembangan infrastruktur yang memadai, peningkatan keterampilan digital, penyediaan konten berkualitas, dan kemitraan yang efektif, Indonesia dapat meningkatkan tingkat literasinya dan mendekati standar negara-negara anggota OECD. Upaya mendongkrak indeks literasi digital perlu lebih masif dan melibatkan banyak pihak, termasuk perguruan tinggi.
Penting bagi semua pihak, mulai dari pemerintah, pendidik, hingga masyarakat umum, untuk bekerja sama dalam menghadapi tantangan ini. Hanya dengan demikian, kita dapat memastikan bahwa teknologi digital benar-benar menjadi alat yang memperkuat literasi dan membuka pintu menuju masa depan yang lebih cerah bagi generasi mendatang. (*)
Penulis bekerja sebagai ASN pada Sekretariat Pemda Kabupaten Wakatobi, Ahmadi