• Sekolah Beratap Rumbia dengan Guru Hanya 3 Orang

image_title
Ket: Sekolah 'gubuk' di Konut sangat memprihatinkan Foto: Suhardiman Bumisultra
  • Share

    BUMISULTRA

    KONUT–Sungguh miris melihat kondisi sekolah dasar (SD) yang berada di Kabupaten Konawe Utara ini. Sudah beratap rumbia, peralatan sekolah yang tidak memadai diajar hanya tiga  orang guru.

    Namanya SD Negeri 3 Lasolo Kepulauan mempunyai kelas jauh, yakni di Torobuso Desa Tapunopaka, Kecamatan Lasolo Kepulauan, Kabupaten Konawe Utara.

    Gedung sekolah berdinding dan beratapkan daun rumbia, ada 8 meja dan kursi yang ditancap di tanah, dengan papan tulis dari milamil dan alat tulisnya spidol, dan bendera merah putih yang tegap di halaman sekolah, mempunyai siswa 33 siswa dan 3 guru pengajar.

    Guru pengajar satu dari PNS, Haris Lakansae yang juga pendiri sekolah tersebut, dan 2 tenaga Honor, Idul S.pd dan Fitriani S.Pd. Atas kebijakan Kepala Sekolah ketiga guru ini untuk mengajar di sekolah beratap rumbia ini, karena banyak guru yang enggan ditempatkan di sekolah tersebut.

    "Iya kami diarahkan oleh Kepala Sekolah yang lama untuk mengajar disitu kami berdua, " ujar Idul, pada Bumisultra, Kamis (7/9/2017).

    Namun karena kondisi yang sangat memprihatinkan ini, banyak guru yang tidak betah untuk mengajar, selain jaraknya jauh kondisi sekolah lebih layak disebut ‘gubuk’ ketimbang gedung sekolah.

    Kendati sekolah jauh ini sudah berdiri sejak tahun 2011 oleh Haris Lakansae, dengan alasan agar pelayanan pendidikan juga bisa di rasakan oleh seluruh masyarakat. Dimana perjuangan Haris Lakansae tidak hanya sampai disitu, tetapi dia juga meminta kesadaran masyarakat untuk menghibahkan lokasi untuk pembangunan sekolah, alhasil dapat disiapkan yang difasilitasi Kepala Desa Tapunopaka dengan luas 50x100 meter persegi.

    "Sejak saya mengajar  di sekolah itu, saya hanya menumpang kepada keluarga untuk tinggal,"  cerita Idul.

    Di Desa tersebut, jumlah kepala keluarga sekitar 50 KK,  tetapi di daerah mereka sangat tidak tersentuh oleh listrik, dan sangat jauh untuk mendapatkan sarana air bersih.  

    Karena masyarakatnya kebanyakan dari suku bajo, dan masih banyak yang tinggal di atas perahu, sehingga untuk lebih dekat dengan pengairan, masyarakat setempat masih ada yang memiliki rumah di atas laut. (*)


    Penulis | Suhardiman Sawali