-
BUMISULTRA
KENDARI - Ribuan hakim di Indonesia bakal menggelar aksi 'mogok masal' melalui solidaritas gerakan cuti bersama pada 7 hingga 11 Oktober 2024 di Jakarta sebagai bentuk perwujudan komitmen bersama untuk memperjuangkan kesejahteraan, independensi, dan kehormatan lembaga peradilan di Indonesia, termaksud salah satu Hakim Perempuan di Sultra menitip pesan buat Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Ketua Ikatakan Hakim Indonesia.
Menurut Vivi Fatmawaty Ali, SH salah satu Hakim perempuan di Sultra bahwa hal ini dilakukan sebagai bentuk perjuangan panjang untuk keadilan dan kesejahteraan hakim yang telah mencapai titik kulminasi. Sebuah langkah terakhir—ultimum remedium—yang diambil dengan tekad bulat dan keberanian tinggi oleh para hakim di seluruh penjuru negeri.
Berdasarkan data yang dihimpun hingga 27 September 2024 sebanyak 1.326 hakim telah bergabung dalam kegiatan tersebut. Lebih dari 70 di antaranya menyatakan akan hadir langsung di Jakarta dengan biaya pribadi sebagai bentuk protes terhadap pemerintah yang dinilai lambat dalam menanggapi tuntutan hakim. Dimana aksi tersebut akan membawa 4 isu krusial yang mewakili keluhan hakim di daerah selama ini.
Menurut Vivi yang saat ini bertugas di PN Andolo, Kabupaten Konsel, Sultra meminta Ketua Mahkamah Agung (MA) dan Ketua Ikatan Hakim Indonesia (IKAHI) turut membersamai gerakan tersebut.
“Saya juga ada pesan untuk Komisi Yudisial (KY) untuk tidak mencari-cari pelanggaran dalam pergerakan ini. Gerakan ini harus kita lindungi,” ujar Vivi dalam jumpa pers dengan Media di salah satu cafe di Kendari, Minggu (29/9/2024).
Ia menilai, KY tidak hanya bertugas sebagai lembaga pengawasan, tetapi juga harus menaikan harkat dan martabat hakim dengan cara membantu memperjuangkan kesejahteraan.
Vivi mengaku tidak sempat membersamai gerakan tersebut karena juga sementara mengurus anak. Namun, aksi cuti bersama tetap dijalankan dengan tidak beraktivitas di kantor selama aksi dilakukan sehingga jadwal persidangan di masa tersebut akan ditunda.
“ Meskipun saya tidak di Jakarta dalam aksi solidaritas, namun dari sini saya mendukung penuh aksi tersebut,” tuturnya.
Lanjut wanita murah senyum ini meminta para petinggi untuk serius memangani permasalahan para hakim khususnya di daerah yang kurang lebih dirasakan 12 tahun terakhir utamanya soal kesejahteraan dan keamanan para hakim.
Adapun Keempat isu yang disuarakan tersebut yaitu pelaksanaan putusan MA nomor 23 P/HUM/2018 terhadap PP 94 Tahun 2012 yang memiliki dampak signifikan terhadap kesejahteraan hakim. Pengesahan RUU jabatan hakim yaitu sebuah undang-undang yang akan menjamin kemandirian dan martabat hakim sebagai pilar utama peradilan.
Peraturan perlindungan jaminan keamanan bagi hakim, serta Pengesahan RUU Contempt of Court yaitu sebuah upaya untuk menjaga kewibawaan peradilan dan memberikan perlindungan terhadap proses peradilan dari segala bentuk intervensi dan penghinaan.
Aksi cuti bersama ini bukanlah pilihan yang diambil dengan tergesa-gesa. Sejak tahun 2019, para hakim melalui organisasi profesinya, IKAHI telah berjuang untuk mendorong perubahan terhadap PP 94 tahun 2012.
Berbagai upaya resmi dan formal telah ditempuh, dengan harapan agar pemerintah memberikan perhatian yang serius dan langkah nyata terhadap tuntutan tersebut. Namun, hingga hari ini, perjuangan itu belum mendapatkan tanggapan yang sepadan dari pemerintah. (*)