-
BUMISULTRA
Pemilu yang akan digelar 14 Februari 2024 mendatang adalah salah satu peristiwa akbar yang ditunggu-tunggu seluruh rakyat Indonesia. Meski masih menyisahkan waktu kurang lebih 360 hari lagi, namun telah menjadi diskursus yang menarik perhatian publik. Hampir semua ruang pubik tak luput dari perbincangan seputar pesta demokrasI yang dilaksanakan lima tahun sekali. Perbincangan mengenai tema tersebut bukanlah tanpa alasan, sebab bagaimanapun Pemilu merupakan sarana mewujudkan kedaulatan rakyat sebagaimana bunyi pasal (1) ayat (1) Undang-Undang no. 7 tahun 2017.
Pemilihan Umum yang selanjutnya disingkat Pemilu telah menjadi fenomena global yang telah dipraktikkan dan menjadi salah satu unsur penting dalam sebuah negara, melalui mekanisme pemilihan akan terjadi sirkulasi elit yang nantinya akan menentukan dan mengatur hajat masyarakat. Dengan dasar itulah, maka tidak berlebihan jika kemudian publik sebagai pemilik dan pemegang kedaulatan mengharapkan tahapan penyelenggaraannya dilakukan secara demokratis.
Dalam pandangan penulis, salah satu upaya yang harus diikhtiarkan agar terwujud pemilu yang berkeadilan dan bermartabat ialah menjamin integritas prosesnya. Dengan kata lain, setiap pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu dilakukan sesuai prosedur dan mekanisme yang berlaku sebagaimana yang diatur dalam undang-undang. Meski aturan kita sudah cukup memadai dalam mewujudkan integritas pemilu, namun lagi-lagi demokrasi kita tidaklah berjalan di ruang hampa.
Jika kita meretas perjalanan pemilu dari waktu ke waktu, tentu kita dapat bersepakat bahwa pemilihan hampir disemua tingkatan kerapkali diperhadapkan dengan problem-problem yang mendasar baik sebelum ataupun pasca pemilihan. Salah satu problem yang dimaksud ialah soal akurasi daftar pemilih. Daftar pemilih sering menjadi momok yang mengundang masalah, akibatnya data pemilih yang tidak kredibel kerapkali diasumsikan sebagai penyebab tidak demokratisnya sebuah kontestasi. Selain itu, timbul stigma di masyarakat bahwa penyelenggara sebagai pihak yang memegang mandat untuk menjamin akurasi data pemilih tidak bekerja secara maksimal. Realitas ini tentu tidak dapat dibiarkan sebab akan berimplikasi buruk terhadap kesehatan demokrasi kita dan berpotensi menjadi polemik dikemudian hari.
Salah satu problematika pada proses pemutakhiran data pemilih adalah soal penyiapan dan kesiapan Sumber Daya Manusia sebagai pelaksana dalam proses pemutakhiran data pemilih. Hal ini perlu menjadi perhatian utama mengingat pada saat proses pemutakhiran data pemilih sering ditemukan dilapangan tentang ketidaksiapan petugas, kapasitas SDM petugas yang seadanya membuat masalah makin tak terelakkan.
Seperti apa potensi masalah terkait dengan data pemilih dalam pemilu? berdasarkan pengalaman Penulis, problem yang sering ditemukan dalam daftar pemilih diantaranya:
- Pemilih yang sudah genap 17 tahun namun belum terakomodir dalam daftar pemilih;
- Adanya pemilih yang sudah meninggal dunia;
- Orang yang suda pindah domisili namun terdaftar dalam DPT;
- Terkait status TNI/POLRI;
- Orang yang belum berusia 17 tahun dan belum menikah namun terdaftar dalam DPT.
- Pemilih yang Ganda,
- Pemilih WNA atau dari luar daerah.
- Dan lain-lain sebagaimana yang diatur oleh Undang-undang.
Beragam problem di atas hanya bisa dieliminir jika terpenuhi beberapa syarat, diantaranya:
- Panitia Pendaftaraan Pemilih yang selanjutnya disebut PANTARLIH adalah orang yang benar-benar memiliki integritas dan komitmen untuk bekerja secara maksimal;
- PANTARLIH memiliki kemampuan dan pengetahuan yang mumpuni mengenai tata cara Coklit yang benar;
- Dapat berkoordinasi dengan pihak keluarga, tokoh masyarakat dan pemerintah setempat.
- PANTARLIH paham kondisi lingkungannya dan penduduk setempat;
Berdasarkan facta empiris, maka dapat kita tarik konklusi bahwa salah satu tahapan krusial yang patut mendapatkan atensi yang serius adalah tahapan pemutakhiran data pemilih. Sebab daftar pemilih dalam setiap kontekstasi menjadi hal yang fundamen, karena tidak hanya menjadi dasar penentuan jumlah logistik yang harus disediakan, seperti jumlah surat suara, jumlah TPS dan seterusnya tetapi menyangkut hak konstitusional seseorang yang tidak boleh diabaikan. Dari sudut pandang Hak Asasi Manusia (HAM) bahwa setiap warga negara dengan syarat yang telah dipenuhi memiliki hak memilih ataupun dipilih dalam pemilu. yang dipilih merupakan peserta pemilu sedangkan yang memilih merupakan pemilih dalam pemilu. Dengan kata lain, pemilih memiliki hak memilih atau hak suara (right to vote). Daftar pemilih yang akurat, komprehensif dan mutakhir merupakan prasyarat mutlak yang harus dipenuhi dalam melaksanakan demokrasi electoral. Dengan adanya daftar pemilih yang akurat akan meningkatkan kualitas proses demokrasi electoral dengan membuka ruang seluas-luasnya kepada warga negara untuk menggunakan hak pilihnya.
Mengingat pentingnya daftar pemilih yang akurat dalam setiap pelaksanaan pesta demokrasi, maka pemilu yang akan digelar 14 februari 2024 mendatang sebagaimana hasil konsensus bersama baik eksekutif, legislatif dan Penyelenggara Pemilu kita dapat mengeliminir berbagai potensi masalah yang akan muncul disetiap tahapan khususnya pada tahapan pemutakhiran data pemilih. Pemutakhiran Data Pemilih salah satu tindakan yang urgen sebab melalui serangkaian proses verifikasi data pemilih yang dilakukan oleh petugas dalam hal ini Pantarlih akan melahirkan data pemilih yang benar-benar valid demi terwujudnya pemilu yang berkeadilan.
Selain penyelenggara tekhnis seperti KPU dan jajarannya, lembaga Bawaslu juga memiliki peran startegis mewujudkan data pemilih yang lebih mutakhir, karena undang-undang memberikan kewenangan sebagaimana amanat pasal 93, pasal 97, pasal 101, pasal 105 dan pasal 108 Undang-Undang No. 7 tahun 2017 tentang pemilu, bahwa Bawaslu disemua tingkatan bertugas mengawasi pelaksanaan tahapan penyelanggraan pemilu salah satunya adalah tahapan pemutakhiran data pemilih. Menurut hemat penulis, yang perlu dilakukan pengawas pemilu dalam konteks pengawasan pemutakhiran data pemilih ialah paling tidak ada dua hal:
Pertama, memastikan Petugas Pendaftaran Pemilih (PANTARLIH) telah melakukan tugasnya dengan baik dengan mengacu kepada ketentuan yang berlaku.
Kedua, Pengawas pemilu juga wajib mengaudit kembali data hasil pencocokan dan penelitian (COKLIT) dengan tujuan untuk memastikan nama-nama yang yang didata telah memenuhi kriteria untuk menjadi pemilih ataupun sebaliknya, maka dalam konteks ini jajaran pengawas pemilu perlu memiliki data pembanding.
Meskipun KPU dan BAWASLU sebagai institusi yang secara konstitusioanl memiliki tanggung jawab penuh terhadap serangkaian proses pemutakhiran data pemilih, namun bukan berarti eksistensi pemerintah dan juga masyarakat tidak dibutuhkan. Pemerintah dan masyarakat adalah dua elemen yang memiliki peran yang sangat strategis khususnya dalam menunjang kinerja penyelenggara.
Komite Independen Pemantau Pemilu (KIPP) Kab. Kolaka Utara sebagai lembaga civil sociaty akan terus melakukan langkah-langkah strategis dalam rangka menggerakan elan vital masyarakat agar tercipta kesadaran total tentang pentingnya mengawal pelaksanaan tahapan penyelenggaraan pemilu. Keterlibatan semua pihak merupakan syarat mutlak hadirnya pemilu yang demokratis. (*)
Penulis : Ketua KIPP Kab. Kolaka Utara, Misbahuddin, S.Pd.I