• Tantangan Kurikulum Merdeka dan Penerapan Sosiosantifik Dalam Pembelajaran di Sekolah

image_title
Ket: Ahmadi S.Pd.,M.M
  • Share

    BUMISULTRA

    Dunia  yang terus berubah membutuhkan warga  negara yang semakin ' literat'  untuk  bisa beradaptasi dengan perkembangan  teknologi digital secara kreatif. Namun  Indonesia peringkat 62 atau berada 10 negara terbawah yang memiliki tingkat literasi rendah dari 70 negara yang disurvei PISA.  Demikianlah hasil riset Program for International Student Assessment (PISA) yang di rilis Organization for Economic Co-operation and Development (OECD) pada 2019.

    Literasi sendiri adalah kedalaman pengetahuan seseorang terhadap suatu subjek ilmu, skill ,wawasan serta menyikapi permasalahan dengan lebih terbuka dan kritis. Meskipun pengertian literasi telah bergeser ke banyak aspek literacy digital, literasi finansial atau keuangan, literasi sains, literasi budaya dan sebagainya.

    Negara kita memiliki rasio nasional dalam aspek membaca hanya sebesar 0,09. Artinya satu buku ditunggu oleh 90 orang setiap tahun, sehingga Indonesia memiliki tingkat terendah dalam indeks kegemaran membaca (Perpusnas, 2021).

    Dari data tersebut saja, kita bisa membayangkan betapa masih rendahnya kemampuan kognitif atau kecerdasan anak-anak kita. Inilah tantangan berat bangsa ini di sektor pendidikan tanah air, mengingat mengejar ketertinggalan mutu pendidikan dan penguasaan literasi dengan negara-negara maju. Disini guru di tanah air dituntut lebih kreatif dan inovatif dalam menerapkan metode pembelajaran di kelas.

    Kurikulum Jantungnya Pendidikan

    Mendikbudristek, Mas Nadiem Makarim meluncurkan kurikulum baru disebut dengan 'Kurikulum Merdeka' yaitu kurikulum pembelajaran dengan mengacu pada esensi belajar bahwa anak (peserta didik) memiliki bakat dan minatnya masing-masing. Dalam kurikulum merdeka atau disebut juga kurikulum pendidikan 4.0, pemerintah telah merancang standar khusus agar siswa Indonesia semakin terlatih kemampuan kognitifnya, softskill-nya dan semakin mampu menyelesaikan masalah dengan baik.

    Kurikulum adalah jantungnya pendidikan yang menentukan arah bangsa. Kemajuan bangsa juga terkait bagaimana relevansi kurikulum dengan dunia nyata yang dihadapi siswa, maka dengan demikian kurikulum disebut pondasi atau rujukan pendidikan bangsa. Apalagi pandemi Covid.19  yang 2 tahun terakhir talah memporak porandakan semua bidang kehidupan terutama dirasakan sangat signifikan di ranah pendidikan : yaitu kemunduran secara akademis atau learning loss di kalangan siswa juga kehilangan selera belajar anak didik kita. 

    Kurikulum menjadi kata kunci , apakah mampu membangun kesadaran kritis peserta didik atau tidak. Sejatinya, sejak dini dalam kurikulum diharapkan mampu membangun dan mempromosikan moralitas, nilai -nilai kejujuran, etos kerja serta nilai-nilai toleransi di kalangan peserta didik yaitu mencerminkan profil pelajar Pancasila. sebagaimana tertuang dalam Permendikbud ( sekarang Mendikbudristek) No. 22 Tahun 2020 tentang Rencana Strategis Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Tahun 2020-2024:

    Pelajar Pancasila adalah perwujudan pelajar Indonesia sebagai pelajar sepanjang hayat yang memiliki kompetensi global dan berperilaku sesuai dengan nilai-nilai Pancasila, dengan enam ciri utama: beriman, bertakwa kepada Tuhan Yang Maha Esa, dan berakhlak mulia, berkebinekaan global, bergotong royong, mandiri, bernalar kritis, dan kreatif.

    Solusi lain dengan hadirnya Kurikulum Merdeka tidak ada salahnya guru-guru di tanah air menghidupkan dan menerapkan  konsep menteri Wardiman Djojonegoro di era 1993an lebih populer dengan  Link and match: bagaimana  relevansi pelajaran yang telah dikuasai siswa dengan dunia usaha dan industri ( DUDI) ini tepat dan mudah diterapkan atau dilakukan guru-guru di sekolah vokasi ( SMK).

    Ada stigma di masyarakat awam seperti ini: untuk apa sekolah tinggi pada akhirnya uang juga yang dicari. Opini masyarakat ini juga tidak ada salahnya tapi di era sedemikian canggih saat ini serba digital, serba otomatis membaca data, memahami bahasa coding serta analisis data mesti orang-orang  kompeten dengan keahlian spesifik tentu mesti dilalui dengan pendidikan terlatih atau skill mumpuni.

    Peserta didik didorong mampu menguasai IPTEKSAINS berbasis digital sesuai minat dan bakatnya. Sekolah berperan Menggali kompetensi siswa secara maksimal  dan menciptakan mutu lulusan unggul untuk diserap dunia industri. Mcgowan & Andrews (2015) menunjukkan beberapa penelitian yang telah dilakukan tentang education-job mismatches  yang menunjukan bahwa hal itu memberikan  pengaruh yang relevan terhadap efisiensi investasi pendidikan baik publik maupun  swasta, karena education job mismatches  mempengaruhi upah dan juga produktivitas serta  hasil tenaga kerja lainnya, seperti kepuasan  kerja.

    Siswa diajarkan konsep disiplin ilmu tertentu juga praktek yang begitu nyata ( tidak abstrak) sehingga konsep yang sudah di kuasainya di link and match-kan dengan dunia kerja nanti dihadapi anak. Apalagi di zaman sekarang sudah semakin canggih, misalnya ilmu coding  komputer, teknik dan rekayasa serta sains, mudah dipelajari tutorialnya di internet.

    Maka metode pembelajaran yang dipilih guru di kelas sesuai uraian di atas adalah pembelajaran berbasis project atau dikenal PBL ( project based learning). untuk  pengembangan  soft skill dan  karakter  sesuai profil pelajar Pancasila.

    Guru bisa juga mengembangkan literasi sains sebagai media pembelajaran menarik dan menyenangkan bagi siswa seperti puzzle: teka-teki silang, tebak kata dan animasi atau sekadar eksperimen sederhana pembelajaran sains via YouTube bisa dilakukan anak dengan bimbingan orang tua di rumah misalnya: pelangi dalam botol, lumpur menyala, pasta gigi raksasa, percobaan membuat hujan dan masih banyak lagi.

    Karakteristik lain  sebagai pembeda dari kurikulum sebelumnya dengan kurikulum merdeka yaitu dari sisi konten berfokus pada materi esensial sehingga ada waktu cukup untuk pembelajaran yang mendalam bagi kompetensi dasar seperti literasi dan numerasi. Juga  fleksibilitas bagi guru untuk melakukan pembelajaran yang terdiferensiasi sesuai dengan kemampuan peserta didik dan adanya ruang penyederhanaan konteks dan muatan lokal. Pendidikan kita: harus kritis serta  kaya dengan gagasan bermutu. Sebab tantangan dihadapi setiap generasi berbeda.

    Kurikulum Merdeka ini adalah lebih relevan dan interaktif di mana pembelajaran melalui kegiatan projek akan memberikan kesempatan lebih luas kepada peserta didik untuk secara aktif mengeksplorasi isu-isu aktual, misalnya isu lingkungan, kesehatan, dan lainnya untuk mendukung pengembangan karakter dan kompetensi Profil Pelajar Pancasila.  

    Tantangan Global dan Pendidikan Literasi Sosiosaintifik

    Pentingnya model pembelajaran berbasis project atau PBL di sekolah akan sangat berdampak bagi kualitas hasil belajar siswa, dimana guru berperan sebagai fasilitator dan anak dalam kelompok berkolaborasi menggali ilmu lebih kompleks terkait tema yang disepakati. Mulailah guru memperkenalkan fenomena sains sederhana: teori kehidupan ( abiogenesis, ) perkembangan makhluk hidup, enzim (biologi); polusi udara hingga fenomena sains kompleks seperti mutasi senyawa protein pada virus,  dan senyawa DNA, nanoteknologi ( kimia).

    Menerapkan Sosiosaintifik dalam pembelajaran di Sekolah di era digital saat ini pun sangat mudah bagi guru. Ambil contoh siswa  di suruh menonton/mengamati fenomena sains via media YouTube : topik misal Pertumbuhan populasi penduduk  dunia tidak kian tak  terkendali, dampak pencemaran lingkungan, kerusakan hutan tropis dan hilangnya keragaman hayati, hingga penyakit dan kesehatan serta isu isi kesejahteraan yang tidak merata di belahan dunia. Yang menarik hari ini juga krisis atau kekurangan pangan (Rutherford & Ahigren,1990).

    Sains sebagai peran sentral pengetahuan

    Sains mengacu pada kegunaan bagi masyrakat ( domain personal dan sosial), mencakup:
    1. Pencapaian Domain Personal meliputi pengembngan Intelektual dan komunikasi, Promosi karakter dan sikap positif (Markas Eilks, 2009)
    2. Pencapaian domain sosial : penekanan pembelajaran kooperatif dan pengambilan keputusan terhadap isu sosiosaintifik.

    Karena pemaknaan literasi sains bergeser mencakup konteks yang dipengaruhi oleh isu dan permasalahan di masyarakat.

    Ketertarikan siswa terhadap isu isu sains serta pemecahannya sangat tergantung seberapa kreatif dan inovatif tenaga pendidik kita dalam mendesain ( merancang ) tema pembelajaran yang sifatnya menantang ( challenge) bagi peserta didik dan penasaran untuk menemukan jawabannya.
    Menjadikan promosi literasi sains dan sosiosaintifik di sekolah bersifat dinamis.

    Konsep.konsep terkait kesehatan, pemanasan global, kebakaran hutan., Banjir isu sumber daya alam ,SDA) lingkungan,. Zat.zat berbahaya, dan perkembangan IPTEK ( OECD, literasi dalam konteks, 2019).

    Maka hadirnya kurikulum baru atau kurikulum merdeka di era Mas Nadiem Makarim di ranah pendidikan bangsa sejatinya mampu mengorkestrasi ekosistem pembelajaran di sekolah lebih efisien dan efektif dengan output yang bermutu serta outcome berkontribusi nyata bagi sektor pendidikan dan kemajuan bangsa. (*)

    Penulis : Guru Kimia di SMAN 1 Kendari, Ahmadi S.Pd.,M.M


    Penulis | redaksi