-
BUMISULTRA
PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
PBB-P2 dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemda) yang diatur dengan Undang-Undang No. 28 Tahun 2009 tentang Pajak Daerah dan Retribusi Daerah (UU PDRB). Subjek subjek PBB atau yang dipungut pajak bumi dan bangunan adalah: Orang pribadi atau badan yang memiliki hak, memperoleh manfaat atas bumi dan/atau bangunan, atau menguasai suatu bangunan.
PBB-P2 adalah pajak atas bumi dan/atau bangunan yang dimiliki, dikuasai, dan/atau dimanfaatkan oleh orang pribadi atau badan, kecuali kawasan yang digunakan untuk kegiatan usaha perkebunan, perhutanan dan pertambangan.
Legalitas kenaikan PBB- (P2)
Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) diatur secara hukum melalui berbagai regulasi, baik di tingkat pusat maupun daerah. Berikut adalah landasan hukum yang menjadi dasar legalitas kebijakan kenaikan PBB-P2
PBB-P2 dipungut oleh Pemerintah Daerah (Pemda) yang diatur dengan Undang-Undang No. 1 Tahun 2022 tentang hubungan keuangan antara pemerintah pusat dan Daerah.Selanjutnya ditetapkan dan diundangkan peraturan pelaksanaan dari Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, yaitu Peraturan Pemerintah Nomor 35 Tahun 2023 tentang Ketentuan Umum Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Pengaturan dalam Peraturan Pemerintah ini mencakup berbagai aspek pengelolaan Pajak dan Retribusi.
Pasal 192 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, mengamanatkan kepada Pemerintah Daerah untuk menyusun Peraturan Daerah terkait Pajak Daerah dan Retribusi Daerah. Peraturan Daerah dimaksud disusun paling lama 2 (dua) tahun sejak undang-undang ini mulai berlaku. Berdasarkan Pasal 94 Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2022, Peraturan Daerah terkait Pajak Daerah dan Retribusi Daerah disusun dalam 1 (satu) Peraturan Daerah yang menjadi dasar pemungutan Pajak dan Retribusi di daerah.
Kenaikan PBB P2 di Muna Barat berdasarkan Perda nomor 4 tahun 2023
Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) di Kabupaten Muna Barat memicu beragam reaksi dari masyarakat. Sebagai salah satu sumber utama Pendapatan Asli Daerah (PAD), PBB-P2 memiliki peran strategis dalam mendukung pembangunan daerah. Namun, kebijakan kenaikan ini juga harus diimbangi dengan upaya pemerintah dalam menjaga keadilan dan kesejahteraan masyarakat.
Kenaikan PBB-P2 memiliki legalitas yang kuat jika sesuai dengan Undang-Undang, Peraturan Pemerintah, dan Perda setempat. Penting bagi pemerintah daerah untuk mematuhi prosedur hukum agar kebijakan ini tidak hanya sah, tetapi juga dapat diterima dan mendukung pembangunan daerah secara optimal.
Melalui kepala badan pendapat daerah kabupaten muna barat di sampaikan pada 5 Desember 2024 bahwa Kenaikan Pajak Daerah sesuai dengan Peraturan Daerah Nomor 4 tahun 2023 yang mengatur pajak daerah dan retribusi.
Untuk tahun 2024 ini sesuai amanat perda kabupaten Muna Barat Nomor 4 Tahun 2023, pasal 8, tarif pajak PBB-P2 ditetapkan sebesar 0,5 persen sebagai dasar perhitungan pajak PBB terutang. Tetapi berdasarkan realita yang terjadi di lapangan masyarakat justru mengeluhkan kenaikan pajak yg di bayar oleh masyarakat justru melebihi ketentuan yang telah di sebutkan yaitu 0,5 % dan kenaikan 50% dari NJOP sebagai tarif landai.
Masalah yang ada dalam masyarakat akibat dari kenaikan PBB P2
Kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2) yang dilakukan melalui pembentukan Peraturan Daerah (Perda) sering kali menghadapi berbagai tantangan, baik dalam proses pembentukan maupun implementasinya. Berikut adalah beberapa masalah utama yang kerap muncul
1. Kenaikan PBB-P2 dirasa memberatkan oleh masyarakat, terutama bagi kelompok berpenghasilan rendah atau mereka yang tinggal di kawasan dengan peningkatan Nilai Jual Objek Pajak (NJOP). Kenaikan PBB-P2 yang tidak diimbangi dengan skema subsidi atau insentif dapat memperburuk ketimpangan, terutama bagi petani, nelayan, atau warga di daerah terpencil.
2. Ketidakjelasan dalam Penyesuaian NJOP, Penyesuaian NJOP yang menjadi dasar penghitungan PBB-P2 tidak mencerminkan kondisi pasar yang sebenarnya. Ketidakakuratan Data Pajak, kemudian Pendataan objek pajak yang kurang akurat dapat menimbulkan masalah, seperti penetapan tarif yang tidak sesuai dengan kondisi riil objek pajak.
3. kenaikan PBB-P2 tidak diiringi dengan sosialisasi yang memadai. Akibatnya, masyarakat merasa kebijakan tersebut datang secara tiba-tiba tanpa penjelasan yang jelas mengenai manfaatnya. Hal ini dapat menimbulkan resistensi, bahkan penolakan terhadap kebijakan pemerintah, Kenaikan tarif harus didasarkan pada analisis kemampuan bayar masyarakat agar tidak memberatkan.
4. Ketidak maksimalan peran DPRD kabupaten muna barat dalam pembahasan dan pengesahan rancangan peraturan daerah (Raperda), termasuk terkait kenaikan Pajak Bumi dan Bangunan Perdesaan dan Perkotaan (PBB-P2). Hal ini di sebabkan mungkin tidak mendalami substansi Raperda secara menyeluruh, sehingga tidak mampu memberikan masukan yang konstruktif. Serta DPRD sering kali mengandalkan data dari eksekutif tanpa melakukan verifikasi independen atau studi banding.
5. Kurangnya kepatuhan dan kepercayaan masyarakat dalam membayar pajak. Hal ini memancing Tuduhan Korupsi atau Penyalahgunaan Anggaran akibat dari kenaikan PBB P2 yang signifikan tanpa melihat kemajuan daerah, serta Ketidakjelasan alokasi dana pajak.
Rekomendasi saran
1. Revisi Perda Pemerintah daerah dapat mengajukan usulan revisi Perda kepada DPRD. Revisi ini harus melalui mekanisme legislasi, termasuk kajian, pembahasan dengan DPRD, dan konsultasi publik untuk memastikan aspirasi masyarakat terakomodas.
2. Sosialisasi dan Edukasi Pemerintah daerah harus meningkatkan komunikasi dengan masyarakat untuk menjelaskan tujuan dan manfaat kebijakan pajak atau retribusi tersebut. Jika ada kesalahpahaman atau informasi yang kurang jelas, masyarakat perlu diberikan pemahaman yang lebih baik.
3. Pemberian Insentif atau Pengurangan Beban Bupati dapat menerbitkan SK untuk memberikan keringanan pajak, seperti diskon, insentif, atau pembebasan sementara bagi kelompok masyarakat tertentu. Hal ini dapat dilakukan tanpa mengubah Perda, selama tidak bertentangan dengan ketentuan dalam Perda tersebut.
4. Moratorium atau Penundaan Pelaksanaan Jika terdapat penolakan yang luas, bupati dapat menerbitkan SK untuk menunda pelaksanaan Perda sambil menyiapkan revisi atau solusi lain melalui proses legislasi.
Kesimpulan
Kenaikan PBB-P2 adalah upaya strategis untuk meningkatkan pendapatan daerah. Namun, tanpa pengelolaan yang baik dan pelibatan masyarakat, kebijakan ini dapat menimbulkan masalah ekonomi, sosial, dan politik.
Oleh karena itu, pendekatan yang adil, transparan, dan berbasis data sangat penting dalam proses pembentukan dan implementasi kebijakan ini. Kenaikan PBB-P2 adalah sah jika didasarkan pada landasan hukum yang kuat, yaitu Undang-Undang, Perda, dan aturan turunan lainnya.
Namun, transparansi dan sosialisasi kepada masyarakat menjadi kunci penting untuk memastikan kebijakan ini tidak hanya legal, tetapi juga dapat diterima secara luas oleh masyarakat. (*)
Penulis :Ketua DPM FH-UHO, Munawar K