-
BUMISULTRA
KOLAKA TIMUR,-Sebanyak 31 hektar luasan lahan jagung untuk mendukung ketahanan pangan yang menjadi program Asta Cita Presiden Prabowo Subianto. Lahan tanaman jagung untuk pakan ternak ini tersebar di beberapa Desa Di Kecamatan Poli - Polia Kabupaten Kolaka Timur yang merupakan program penanaman jagung kemitraan Dinas tanaman pangan dan peternakan Koltim dan Polri.
Namun di sisi lain dari 31 hektar ini ternyata sudah ada yang panen sekitar 7 ha, kemudian 2.5 ha itu gagal panen, penyebabnya selain karena di makan tikus, dan gagal panen karena ditanam di tempat yang sudah ada tanaman lainya hasilnya tidak maksimal serta gagal panen akibat musim kemarau.
Terkait permasalahan tersebut, Kepala BPP Kecamatan Poli - Polia Syukriadi menjelaskan, luas lahan yang sudah ditanami jagung sebanyak 31 Ha dan itu semua sudah di tanami, sekarang sudah ada 7 hektar yang sudah panen. 31 ha lahan jagung ini merupakan kemitraan Polri yang di tangani Dinas Tanaman Pangan dan peternakan.
"Berdasarkan hasil laporan yang masuk dari 7 ha yang sudah panen, ada yang gagal panen kurang lebih 2.5 hektar, tapi gagal panen itu bukan persoalan cuaca, yang satu hektar gagal akibat hama tikus, selanjutnya yang satu hektarnya lagi karena di tanam di tempat lindung atau tumpang sari artinya di tanam di tempat yang sudah ada tanaman lain dan hasilnya kurang, kemudian setengah hektar akibat kekeringan", ungkapnya saat di wawancara hari ini, Selasa (23/09).
Menurut Syukriadi, untuk program penanaman jagung di wilayah kerja kami kesiapan lahan itu hingga 150 hektar siap, namun sementara ini kami belum menerima kewatirnya saat ini musim kering , takutnya bila bibit datang, kan ada batas waktu kalau di simpan petani nya juga gimana, paling juga petani tidak akan menanam karena musim kering sehingga kami stop, ujarnya.
"Dari hasil panen tersebut sebagian sudah di jual dan sebagian belum, ini menjadi kendala , kami arahkan petani ke Bulog dengan harga Rp 5600 hanya persoalan Bulog ini banyak aturanya, pertama kadarnya harus kadar 14 dan harus di sortir, di buang kulit arinya pokoknya bersih dan Bulog mampu serap harga Rp 5600, cuman petani tidak mau alasanya repot banyak aturan, terus yang kecil - kecil yang sortir bagaimana harganya, disisi lain pedagang atau tengkulak mereka tidak memilih ketika sudah di jemur langsung di timbang walaupun tidak sampai di harga Rp 5600", bebernya.
Dikatakan petani jangankan harga Rp 5800 harga Rp 4000 pun per kilo tidak apa - apa yang penting tidak menunggu. ''Olehnya itu kami selaku penyuluh serba salah, kami arahkan ke Bulog petaninya tidak mau juga menunggu lama.Apalagi ada sortir, tidak diarahkan ini aturan ini salah satu kendalanya. Jadi 60% petani banyak menjual ke tengkulak, 35 % masuk ke Bulog itupun tanda tanya," terangnya
Di tambahkanya, untuk program penanaman jagung saat ini tidak ada kendala, 31 hektar aman, kalau penjualan sebenarnya lancar hanya kendalanya Pemerintah menginginkan Bulog menyerap, disisi lain petani mau tidak dengan banyaknya sortiran begitu buat petani mereka rugi, intinya petani mereka tanam, mereka pipil lalu jemur setelah itu angkut, mereka tidak berpikir harga.
"Mereka punya hitunganya, ketika petani mengangkut ke Bulog berapa biaya angkutnya sampai di sana, itupun belum tentu di bayar ces menunggu satu Minggu , itupun kalau di bayar melalui rekening, pertanyaannya apakah semua petani memiliki rekening, itulah kendala selama ini," katanya. (*)