-
BUMISULTRA
JAKARTA-Ketua Laskar Prabowo 08 Sultra, DR Yusuf Tawulo menyampaikan pidato yang sarat dengan rekomendasi akademis dan masukan kepada pemerintahan baru Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka yang akan dilantik tanggal 20 Oktober 2024.
Dalam pidatonya, ia menyoroti berbagai langkah strategis untuk mengatasi kebocoran keuangan negara, sebuah masalah yang menurutnya krusial untuk diselesaikan dalam pemerintahan mendatang.
Dalam video yang disampaikan kepada media Advokad di Jakarta ini, “Saya ingin memberikan kajian akademis kepada Bapak Prabowo Subianto, Presiden Republik Indonesia yang terpilih untuk masa bakti 2024-2029, sebagai masukan untuk mengatasi kebocoran keuangan negara, kerugian negara, serta tindak pidana korupsi,” urainya mengawali pidatonya di You Tube Chanelnya, Selasa (8/10/2024).
Yusuf juga menyinggung peran ayahanda Prabowo Subianto, Profesor Doktor Sumitro Djojohadikusumo, yang juga merupakan seorang ekonom dan pernah menduduki posisi penting di era Orde Baru. Menurutnya, di era tersebut, kebocoran anggaran negara mencapai 35% dari Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN). Sementara, di era reformasi berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) pada tahun 2017, kebocoran anggaran berada pada kisaran 25%-40%.
Pentingnya Political Will dan Reformasi Pengelolaan Keuangan
Mantan Calon Gubernur Sultra ini juga menekankan bahwa kebijakan Presiden Prabowo Subianto harus fokus pada penguatan political will untuk memberantas korupsi dan menghentikan kebocoran anggaran negara. Ia menegaskan bahwa pengelolaan keuangan negara harus dilakukan secara tertib, ekonomis, efisien, transparan, dan bertanggung jawab.
“Kita harus mengelola keuangan negara dengan penuh rasa keadilan dan kepatutan. Pengelolaannya harus menghasilkan output dan outcome yang sesuai dengan tujuan yang ditetapkan serta dikelola oleh individu-individu yang profesional,” tegasnya.
Lebih lanjut, ia juga menyoroti pentingnya reformasi dalam pengadaan barang dan jasa. Menurutnya, pemerintah harus menghindari praktik mark-up anggaran yang sering kali menjadi penyebab kebocoran. DR Yusuf mengusulkan penggunaan sistem pengelolaan keuangan yang sudah diterapkan di negara-negara maju seperti Korea Selatan dan Singapura.
“Penggunaan sistem berbasis teknologi dapat mempercepat proses penyusunan anggaran serta meningkatkan transparansi dalam pengawasan,” jelasnya.
Prinsip Good Governance untuk Pemerintahan yang Bersih
Untuk mencapai pemerintahan yang bersih, DR Yusuf Tawulo menegaskan bahwa seluruh penyelenggara negara, mulai dari tingkat pusat hingga daerah, harus menerapkan enam prinsip good governance. Prinsip-prinsip tersebut mencakup keterbukaan, akuntabilitas, penegakan hukum, profesionalisme, efektivitas, serta komitmen terhadap perlindungan lingkungan.
“Transparansi anggaran harus ditingkatkan, mulai dari tahap perencanaan hingga pelaporan. Pihak internal seperti BPKP dan inspektorat harus lebih intensif dalam melakukan audit dan pengawasan,” ungkapnya.
Ia juga menyarankan agar Indonesia mencontoh negara-negara tetangga seperti Malaysia, Thailand, Vietnam, dan Singapura dalam menarik investor asing. “Indonesia harus bersaing dalam menarik investasi di tengah ketidakpastian global, dampak dari perang Rusia-Ukraina, perang dagang antara China, Amerika, dan Eropa, serta krisis energi dan sumber daya alam.”
Pemberantasan Korupsi Harus Lebih Tegas
Dalam pidatonya, DR Yusuf juga menyoroti pentingnya pemberantasan korupsi yang tidak hanya sebatas retorika. Ia menekankan bahwa tindakan nyata harus dilakukan, termasuk memperkuat lembaga-lembaga penegak hukum seperti Kejaksaan, Kepolisian, dan KPK.
“KPK, Kejaksaan, dan Kepolisian harus independen, profesional, dan tidak terpengaruh oleh kekuatan politik atau oligarki. Mereka harus mampu menegakkan hukum dengan adil tanpa ada unsur jual-beli perkara,” tambahnya.
Lebih lanjut, ia juga mengusulkan adanya peraturan baru yang lebih tegas bagi para pelaku korupsi. Salah satu ide revolusioner yang ia tawarkan adalah pemiskinan para koruptor serta hukuman penjara seumur hidup di Nusakambangan bagi mereka yang terbukti bersalah.
“Saya yakin bahwa dengan adanya hukuman yang tegas seperti ini, para pelaku korupsi akan berpikir dua kali sebelum melakukan tindakan korupsi,” katanya penuh keyakinan.
Memperkuat Pengawasan Keuangan Negara
Sebagai langkah preventif, DR Yusuf mengusulkan penguatan lembaga pengawasan internal seperti BPKP dan inspektorat. Ia menilai bahwa kelembagaan ini harus lebih independen dan profesional dalam menjalankan tugas mereka.
“Inspektorat harus berada langsung di bawah gubernur atau bupati agar pengawasan lebih efektif. Selain itu, revisi PP Nomor 18 Tahun 2018 juga diperlukan untuk memperkuat posisi inspektorat dalam melaksanakan tugas pengawasannya,” ujarnya.
DR Yusuf juga menegaskan bahwa Badan Pemeriksa Keuangan (BPK) harus menjalankan tugasnya dengan penuh independensi dan profesionalisme sesuai amanat Undang-Undang Nomor 15 Tahun 2006 tentang BPK dan Undang-Undang Nomor 12 Tahun 2004 tentang pemeriksaan keuangan negara.
“Saya harap tidak ada lagi oknum BPK yang melakukan transaksi hasil audit atau menerima suap untuk memberikan opini Wajar Tanpa Pengecualian (WTP). Semua proses audit harus berjalan sesuai prosedur hukum dan dilakukan dengan integritas tinggi,” tegasnya.
Penegakan Hukum yang Konsisten
Dalam upaya mencegah kebocoran keuangan negara, DR Yusuf menegaskan pentingnya penegakan hukum yang konsisten, terutama dalam pemberantasan tindak pidana korupsi. Menurutnya, sistem hukum di Indonesia harus bebas dari unsur transaksional, di mana hakim atau aparat penegak hukum lainnya tidak menjadikan hukum sebagai alat untuk memperdagangkan keadilan.
“Penegakan hukum harus tegak lurus demi keadilan dan kemaslahatan bangsa. Jika ada oknum yang terbukti bersalah, mereka harus dijatuhi hukuman maksimal untuk memberikan efek jera bagi yang lain,” tegasnya lagi.
Di akhir pidatonya, DR Yusuf berharap pemerintahan baru di bawah kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto dan Wakil Presiden Gibran Rakabuming Raka mampu mewujudkan Indonesia yang bebas dari kebocoran keuangan negara dan tindak pidana korupsi. (*)