-
BUMISULTRA
SUMATRA-Hari Kemerdekaan RI menjadi waktu yang tepat untuk merenungkan kembali arti kebebasan berpendapat, termasuk di dalamnya kebebasan pers.
Riesta Ayu Oktarina, pengamat media dari Stikosa AWS, menyatakan bahwa kebebasan pers di Indonesia masih belum sepenuhnya sejalan dengan makna kemerdekaan, Minggu (18/8/2024).
Menurut Riesta, pers yang bebas dan bertanggung jawab merupakan fondasi utama dalam demokrasi. Pers yang independen memastikan masyarakat menerima informasi yang akurat dan seimbang, sehingga mereka dapat terlibat aktif dalam kehidupan negara.
Namun, kebebasan pers bukan berarti leluasa untuk menyebarkan informasi palsu atau fitnah. Etika jurnalistik dan penghormatan terhadap hak orang lain harus tetap dijaga.
Riesta menyoroti bahwa masih banyak terjadi kekerasan terhadap wartawan dan media, serta hambatan dalam penyebaran informasi, yang merupakan masalah serius.Beberapa kasus kekerasan terhadap wartawan yang disorotnya antara lain peristiwa di Kabupaten Karo, Sumatra Utara, serta insiden kekerasan terhadap wartawan di beberapa wilayah lainnya.
Ia juga menambahkan bahwa upaya menghalangi distribusi informasi, seperti hilangnya Majalah Tempo di pasaran atau serangan siber terhadap portal berita, semakin memperburuk situasi.
Serangan seperti DDoS dan defacement pada situs media menyebabkan pembatasan akses informasi dan merugikan media, baik dari segi finansial maupun reputasi.
Pada Hari Kemerdekaan ini, Riesta berharap masyarakat, pemerintah, dan penegak hukum dapat kembali mengingat pentingnya kebebasan berpendapat. Masyarakat berhak mendapatkan informasi yang benar, karena Indonesia adalah milik bersama. (*)Sumber : https://www.bloktuban.com/