• Ahli Hukum Sebut Masyarakat Torobulu Tidak Melanggar Pasal 162 UU Minerba

image_title
Ket: Suasana persidangan di Pengadilan Negeri Andolo, Konawe Selatan.
  • Share

    BUMISULTRA

    KONSEL-Ahli hukum sebut masyarakat Torobulu tidak melanggar pasal 162 UU Minerba pada sidang ke-13 kasus yang melibatkan dua, Bapak Andi Firmansyah (41 tahun) dan Ibu Haslilin (32 tahun).

    Sidang tersebut kembali berlangsung pada 22 Agustus 2024 di Pengadilan Negeri Andolo, Konawe Selatan. Mereka menghadapi tuduhan dari Perusahaan Wijaya Inti Nusantara (WIN), yang menuduh menghalangi atau merintangi aktivitas pertambangan, sebagaimana diatur dalam Pasal 162 Undang-Undang Nomor 3 Tahun 2020 tentang Pertambangan Mineral dan Batubara (UU Minerba).

    Agenda sidang kali ini adalah pembuktian dari pihak terdakwa dengan menghadirkan saksi ahli dalam bidang Hukum Pidana, Ahmad Sofyan.

    Dalam keterangannya, Sofyan menjelaskan bahwa hingga saat ini belum ada definisi yang jelas mengenai istilah "Menghalangi" atau "Merintangi" dalam Pasal 162 UU Minerba. Oleh karena itu, tafsir dan pendapat para ahli menjadi penting untuk menentukan makna dari pasal tersebut.

    Menurut tafsir yang ada, tindakan menghalangi atau merintangi harus menyebabkan aktivitas perusahaan terhenti secara keseluruhan, bukan hanya sebagian. Pasal ini juga hanya berlaku untuk perusahaan yang telah memenuhi semua persyaratan administrasi.

    "Jika perusahaan tidak memiliki dokumen yang sah, Pasal 162 tidak dapat diterapkan. Dalam kasus ini, meskipun Perusahaan Wijaya Inti Nusantara (WIN) memiliki kelengkapan dokumen, masyarakat yang mempertanyakan legalitas perusahaan tidak dapat dianggap melanggar hukum, selama mereka tidak melakukan tindakan anarkis seperti pemalangan dengan kayu atau senjata," katanya, Kamis (22/8/2024).

    Sofyan menegaskan bahwa tindakan bapak Andi Firmansyah dan Ibu Haslilin, yang sebatas mempertanyakan legalitas dan mengungkapkan kekhawatiran mengenai dampak lingkungan dari aktivitas pertambangan, tidak memenuhi unsur tindak pidana menurut Pasal 162 UU Minerba.

    Menurutnya, hak untuk berpendapat, mempertanyakan, dan mengkritik adalah bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) dan tidak dapat dikategorikan sebagai tindak pidana,
    Selain itu, ahli juga mengungkap 2 unsur pidana yakni unsur objektif dalam hal ini pihak perusahaan serta legalitas perusahaan, dan unsur subjektif yaitu orang yang melakukan tindak pidana serta ada perbuatan pidana.

    Namun dalam unsur subjektif ada beberapa hal yang dapat menghapuskan tindak pidana seperti ada alasan pemaaf (Pasal 44 KUHAP), alasan pembenar (Pasal 48 dan 49 KUHAP) artinya seseorang melakukan tindak pidana karena terpaksa maka ia tidak dapat dipidana.

    Lebih jauh, Sofyan mengacu pada Pasal 66 UU Nomor 32 Tahun 2009 tentang Pengelolaan Lingkungan Hidup, yang melindungi hak setiap orang untuk memperjuangkan lingkungan hidup mereka tanpa ancaman pidana atau perdata.

    "Kasus serupa di Pengadilan Semarang, dengan putusan nomor 374/pid.sus/2024/PT.SMG, juga menunjukkan bahwa terdakwa dibebaskan dari tuntutan. Dengan demikian, kasus ini diharapkan akan menghasilkan keputusan yang sama, membebaskan terdakwa dari tuduhan yang dikenakan," tegasnya.

    Sementara salah satu massa aksi Anisa mengatakan aksi yang di lakukan mempertanyakan legalitas PT Wijaya Inti Nusantara (WIN) yang dilakukan oleh masyarakat torobulu tidak masuk kategori tindak pidana sebagaimana yang dimaksud dalam pasal 162 UU minerba karena apa yang dilakukan masyarakat merupakan bagian dari haknya apalagi sekarang ini banyak IUP yang keluar secara "SIM SALAMBIM".

    Maka wajar ketika masyarakat mempertanyakan pertambangan yang berada disekitar mereka apalagi penambangan diarea pemukiman dan merusak mata air, debu dimana-mana, kebisingan yang mengganggu hingga masuk area sekolah dan apa yang dilakukan masyarakat adalah bagian dari perjuangan mempertahankan lingkungannya.

    "Itu dilindungi oleh UU apalagi itu bagian dari Hak Asasi Manusia (HAM) untuk mendapatkan lingkungan yang bersih dan sehat," bebernya. (*)


    Penulis | Nana