-
BUMISULTRA
WAKATOBI - Kenaikan biaya tes bebas narkoba (TBN) bagi calon pelajar SMA rupanya disikapi Pemuda Marhaen, Bupati Haliana di minta gratiskan.Hal ini diungkap Ardi saat dialog bersama pihak Pemda Wakatobi Provinsi Sulawesi Tenggara (Sultra).
Bukan tanpa alasan. Ardi mengungkap, ada program Pemda lewat janji Politik H.Haliana yakni program merdeka sehat dan merdeka belajar memungkinkan tarif TBN terhadap para pelajar SMA sederat itu tal perlu di bebani.
Kata dia, protes di dorong atas keprihatinan terhadap para pelajar diwajibkan dalam ketentuan tes bebas narkoba. Sementara banyak orang tua kategori miskin tidak terdata dalam BNT, KIP dan PKH sebagaimana disyaratkan pihak Provinsi sebagai pengacualian, siswa bebas tes narkoba.
"KCD Sultra, Yusmin, tidak menyebutkan tarif namun diwajibkan bagi setiap pelajar diluar penerima 3 kartu pemerintah.Di Wakatobi masih ada sekian ribu orang miskin tidak mendapat 3 kartu sakti baik BNT, KIP dan PKH", sebutnya.
Dampak terhadap itu, sejumlah sekolah tingkat SMA alami penurunan minat siswa. "Kami turun ke sekolah, anda indikasi penurunan minat akibat tarif narkoba yang mencekik khusus SMA N.1 dan SMA.N.5", sebutnya.
"Itu kan ada program merdeka belajar lalu ada merdeka sehat. Kata merdeka itu seharusnya diartikan bebas. Tuntutan kami kalau bisa pak Bupati digratiskan", pintanya.
Tepat, Senin (8/7/2024), Sejumlah aktifis mengatasnamakan Pemuda Marhaen melakukan aksi demonstrasi. Aksi ini sempat bersitegang dengan sejumlah polisi pamong praja yang berjaga di pintu gerbang kantor Bupati Wakatobi.
Aksi pun berlangsung lama hingga masa memaksa bertemu Bupati, H.Haliana yang diketahui sedang berada diluar daerah. Mereka meminta agar Haliana dihadirkan guna mendengarkan tuntutan mereka atas keprihatinan kenaikan biaya tes bebas narkoba(TBN).
Alhasil setelah dilakukan mediasi, sejumlah masa pun menerima dialog. Perwakilan Pemda, dipimpin Sekda Nadar dan didampingi sejumlah OPD terkait baik pihak RSUD oleh Direktur, La Ode Achmad Sam Junarta, Sekretaris, dr.Hija Musali, Kabag hukum, Bakri serta sekrtaris Dinas Pendidikan.
Perwakilan Pemuda Marhaen Hasmin, menjelaskan tuntutan mereka terkaitan kenaikan biaya tes bebas narkoba (TBN) sesuai perda nomor 1 tahun 2024, RSUD memberlakukan tarif sebesar Rp.495.000 per siswa, sebagaimana mereka baca dalam salah satu platform media sosial, di Sultra.
Bahkan menyoal pemberlakuan Perda tersebut, terkesan di paksakan jika sesuai UU no.12 tahun 2021 tentang pembentukan aturan perundang-undangan, sifat urgensi serta reprensif dimana produk hukum harus mendengarkan sesuai kebutuhan.
"Apa kah Perda atau muatan aturan itu relevan atau tidak. Persoalan TBN menjadi hal krusial, ketika adik-adik, masuk jenjang SMA harus miliki surat ini. Orang tua, angka 495.000 itu khusus masyarakat akar rumput, ini masalah", bebernya.
Senada dengan Kurniawan bahwa TBN pada saat perancangan Perda seharusnya mengkaji kondisi sosial ekonomi masyarakat terutama orang tua siswa sebab penentuan Perda no.1 tahun 2024 dianggap memberatkan.
"Apakah Pemda, khusus RSUD pernah melakukan kajian atau hasil audiensi bersama masyarakat sehingga perda ini memungkinan diundangkan. Misalkan ini Perda usulan Pemda. Apakah dalam program Merdeka Belajar memperhatikan penetapan harga tarif TBN diterima masyarakat atau tidak, sehingga dianggap layak", tanya Kurniawan.
Menurut Sekda, Nadar, sebelum menerima aktifis itu lebih awal meminta penjelasan pihak Dikbud Propinsi kaitannya kebijakan Pemrov sebagai pengampuh terutama menyangkut prasyarat tes bebas narkoba.
Lewat KCD Pemprov, Yusmin menjelaskan surat edaran terkait TBN, dimana sesuai penyampaian bahwa biaya berlaku berlaku khusus bagi calon siswa SMA dengan kondisi orang tuanya mampu. Bagi tidak mampu dibebaskan dengan surat keterangan tidak mampu, dikelurahan setempat.
"Sampai hari ini, tidak ada kasus anak-anak kita di Wakatobi terkonfirmasi gagal masuk SMA berkaitan tes bebas narkoba ini", ungkapnya.
Masih sesuai penjelasannya, hal ini bisa saja di anulir, jika menjadi kewenangan daerah namun pemberlakuan tes itu menjadi hak progratif Pemprov. Sultra.
Mengenai biaya tes, sesuai Perda no.1 tahun 2024 tersebut bahkan dianggap terrendah di Sultra dibanding Kota Kendari dan Baubau.
Sebab pemberlakuan biaya diluar biaya konsultasi dokter umum, dokter spesialis serta tes buta warna hanya di bebankan sebesar Rp.250.000 sesuai Perda sebelumnya."250.000 untuk Wakatobi, untuk kota Kendari sebsar Rp.260.000 Kendari dan Baubau berjumlah 470.000. Ini untuk biaya tindakan, jadi tidak ada yang berubah", ucap Dirut RSUD La Ode Achmad Sam Junarta.
Dokter Sam, sapaan Dirut RSUD itu bahkan menyebut apa yang diberitakan oleh media, itu tidak benar. Seharusnya dalam Perda no.1 tahun 2024 itu akumulasi biaya tes bebas narkoba keseluruhan sebesar Rp.445.000 bukan Rp.495.000 dan tambahan diluar biaya tindakan Rp.250.000 tidak ada perubahan Perda sebelumnya.
Hal serupa juga dijelaskan dr.Hija Musali, dirinya membeberkan ketentuan perlakuan biaya berbeda antara RSUD dan Puskesmas. Di pusat pelayanan kesehatan masyarakat tersebut tak ada tambahan biaya, bagi siswa mengurus hanya di bebankan Rp.250.000
"250 ribu itu nilai yang wajar sesuai perda lama, dulu belum ada laboratorium di RSUD
Kami dipuskesmas ada pemeriksaan narkoba hanya 250.000. Yah, bagi siswa yang murah maka ke Puskesmas", ungkapnya.Sementara mengenai usulan Perda no.1 tahun 2024, dijelaskan pula olen Nadar.
Ia menyebut Perda tersebut merupakan usulan Pemda namun mencangkup semua hal terkait pajak dan retribusi daerah.
Tak hanya Wakatobi, seluruh daerah se-indonesia, Perda berkenaan pajak dan retribusi di tetapkan serentak, awal 1 Januari."Pemda sudah ada mekanisme termasuk perda yang belum dibahas sebelumnya, bersama DPRD, pihak Pemprov Sultra. Termasuk referensi perbandingan dengan daerah terdekat. Selain harmonisasi aturan lewat KemenkumHAM",tegasnya.
Kabag hukum, Bakri, bahkan menjelaskan alur pengajuan perda nomor 1 tahun 2024 selain legitimate. Persyaratan sebelum disiapkan legal draf, ada utusan Pemda Wakatobi melakukan konsultasi ke KemenkumHAM RI.
"Ini telah melalui telaahan dan uji publik, lewat seminar awal dan akhir.Ini betul-betul aspiratif dan tidak membebani masyarakat", lanjutnya.
Kendati demikian. Sebelum menutup dialog, Sekda, Nadar menjelaskan pula jika temuan-temuan Pemuda Marhaen tersebut akan menjadi bahan pertimbangan disampaikan ke Pemprov Sultra, kembali.
Agar di ketahui, Pemuda Marhaen sendiri adalah ormas pergerakan dan menjadi sayap Gerakan Mahasiswa Nasional Indonesia (GMNI). GMNI dikenal dekat dengan PDI-Perjuangan. (*)