-
BUMISULTRA
BUTON UTARA—Politik praktis sudah mulai dilakukan salah satu aparat desa yang harusnya memberi contoh yang baik, malah mengarahkanya aparatnya untuk memilih salah satu calon Bupati Buton Utara (Butur).
Seperti yang dilakukan Pj Kepala Desa Eelahaji, Wa Ode Hestin, S.I.P, Penyusun Rencana Kebutuhan Rumah Tangga dan Perlengkapan Sekretariat DPRD diduga telah mengarahkan aparatnya yang bertugas di Posyandu untuk memilih Calon Bupati Butur Nomor Urut 3 (Manis).
Namun staf tersebut menolak sehingga selama 3 bulan tidak terima gaji dan sudah tidak bekerja lagi di Posyandu.
Menurut salah seorang warga yang juga mendapat arahan dari Pj Kades tersebut, temannya itu yang selama ini terima gaji dari dana desa, sekarang tidak mendapat gaji lagi oleh Pj Kades tersebut, dan sudah diberhentikan di Posyandu tempatnya mengabdi.
Sementara itu Kades Eelahaji yang di konfirmasi via wa tidak aktif dan dihubungi nomor tlp nya sempat diangat terus hp, hanya berbicara sebentar terus hp mati, dihubungi kembali sudah tidak diangkat.
Namun sebelumnya Wa ode Hestin sempat menjawab telpon via whatshap terkait masalah pengarahaan untuk memilih salah satu calon Bupati Butur. Dia membantah telah melakukan hal tersebut.
''Saya tahu aturan, tidak mungkin saya mengarahkan warga desa untuk memilih salah satu calon, itu tidak benar,'' bantahnya.
Sementara pihak Bawaslu Butur yang di telpon tidak pernah mengangkat telepon terkait banyaknya masalah pelanggaran yang dilakukan di Buton Utara.
Berdasarkan data yang dihimpun Bumisultra.com menyebutkan dalam aturan terkait larangan ASN terlibat politik praktis;
Larangan Desa Kepala Desa Dan Perangkat Desa Dalam Politik Praktis dan Kampanye
1 . Berdasarkan UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa:
Pasal 29 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
Dalam undang-undang tersebut, kepala desa memilki peran sebagai pihak yang netral. Kepala desa dilarang untuk ikut serta dalam politik praktis, tidak bisa menjadi pengurus partai politik atau anggota partai politik dan tidak dapat juga menjadi tim kampanye atau tim sukses peserta pemilu atau pilkada.
Perangkat desa yang terdiri dari sekretariat desa, pelaksana kewilayahan, dan pelaksana teknis juga dilarang untuk terlibat dalam politik praktis. Hal tersebut diatur UU Nomor 6 Tahun 2014 Tentang Desa pasal 51 huruf (g) disebutkan bahwa kepala desa dilarang menjadi pengurus partai politik dan pada huruf (j) dilarang untuk ikut serta dan/atau terlibat dalam kampanye pemilihan umum dan/atau pemilihan kepala daerah.
2. Dalam UU No. 7 Tahun 2017 tentang Pemilu:
Pasal 280 ayat 2 huruf (h), (i), dan (j) yaitu pelaksana dan/atau tim kampanye dalam kegiatan kampanye pemilu dilarang mengikutsertakan kepala desa, perangkat desa, dan anggota badan permusyawaratan desa (BPD). Pada pasal 280 ayat 3 disebutkan bahwa setiap orang sebagaimana disebut pada pasal 2 dilarang ikut serta sebagai pelaksana dan tim kampanye pemilu.
Pasal 282 ; Pejabat negara, pejabat struktural, dan pejabat fungsional dalarn negeri, serta kepala desa dilarang membuat keputusan dan/atau melakukan tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu Peserta Pemilu selama masa Kampanye.
3. Dalam UU No. 10 Tahun 2016 tentang perubahan kedua atas undang undang nomor 1 tahun 2015 tentang penetapan peraturan pemerintah pengganti Undang-Undang nomor 1 tahun 2014 tentang pemilihan gubernur, bupati, dan walikota menjadi undang-undang;
Pada pasal 70 ayat (1) huruf (c) disebutkan bahwa Dalam kampanye, pasangan calon dilarang melibatkan kepala desa atau sebutan lain/Lurah dan perangkat Desa atau sebutan lain/perangkat Kelurahan.
Pasal 71 ayat (1) disebutkan bahwa Pejabat negara, pejabat daerah, pejabat aparatur sipil negara, anggota TNI/POLRI, dan Kepala Desa atau sebutan lain/Lurah dilarang membuat keputusan dan/atau tindakan yang menguntungkan atau merugikan salah satu pasangan calon. (*)